Sejarah

Sejarah Desa
Tersebutlah sebuah desa yang bernama Desa Pajingan letaknya di pantai utara perbatasan dengan Desa Tejakula. Pada masa itu penduduk Desa  Panjingan merasa kurang aman karena sering di ganggu oleh bajak laut. Karena itu maka seluruh penduduk berpindah mencari tempat yang dirasa aman.Diantara penduduk tersebut terdapat 4 (empat) orang warga yang merupakan pimpinan mereka. Dalam usahanya mencari tempat pemukiman yang aman sampailah mereka pada suatu tempat yang banyak pohon buhu. Setelah mantap menetap disana, maka tempat itu mereka sebut denga  “Desa Buhu”.Di tempat baru itu penduduk juga mendapat kesulitan yaitu kesulitan mendapat air. Mulailah berupaya mencari tempat yang ada airnya. Akhirnya mereka menemukan tempat di sebelah utaranya yang banyak terdapat air. Disana ternyata mengalir sebuah sungai. Penduduk desa Bahu akhirnya menuju (makiles) ke tempat tersebut. Lama kelamaan tempat pemukiman itu mereka sebut Desa Les hingga sekarang.Waktu itu disebelah timur desa Les masih hutan belantara. Hutan itu merupakan hutan tutupan dan masih merupakan wilayah desa Les.Suatu ketika penduduk Desa Les dikejutkan dengan pengepulan asap di hutan tutupan itu. Suatu pertanda di hutan itu telah terjadi kebakaran. Maka dengan segera penduduk desa Les menuju tempat kebakaran tersebut. Ternyata mereka menjumpai banyak orang yang sedang merabas hutan. Maka berlangsunglah pembicaraan di antara mereka.Dalam pembicaraan itu terungkaplah bahwa perabasan hutan tersebut dipimpin oleh Keluarga Raja dari Bungbungan. Beliau dengan pengikutnya melakukan perabasan hutan untuk tempat tinggal.Penduduk Desa Les melalui pimpinannya tidak berkeberatan dengan maksud perabasan itu asal para pendatang mau tunduk di bawah Desa Adat Les, antara lain tentang kedudukan dan bahasa sama, yaitu hanya memakai bahasa umum yang sudah dipakai di Desa Les  (Tidak memakai bahasa “Sor Singgih” seperti layaknya pada masa itu, antara Agung dan Kawula) Raja dari Bumbungan (pendatang) itupun menuruti syarat tersebut.Sejak saat itu “Keluarga Raja” itu tidak dipanggil Anak Agung melainkan seperti kebanyakan orang biasa. Dan tempat pemukiman itu disebut “Desa Tuptupan” yang mengandung arti tempat orang-orang pendatang.Lama kelamaan Desa Tuptupan itu disebut dengan Desa Penuktukan hingga sekarang. Walaupun demikian Desa Les dan desa Penuktukan hingga sekarang masih merupakan satu Desa Adat yaitu “Desa Adat Les-Penuktukan”.